Ada dua orang sales marketing sepatu yang dikirim oleh dua perusahaan berbeda yang bersaing untuk memasarkan produk mereka di sebuah pedalaman. Setibanya di sana, dua sales ini tercengang karena penduduk asli pedalaman tersebut sama sekali tidak mengenal sepatu, mereka pergi ke mana-mana bertelanjang kaki. Sales dari perusahaan pertama langsung kehilangan harapan dan mengontak markas pusat. “Bos, pulangkan saja saya. Jualan sepatu di sini tidak akan laku, tidak satu orang pun mau memakai sepatu!” kata sales tersebut di ujung telepon.
Begitu juga sales marketing yang kedua, langsung menelepon markas pusatnya, bedanya sales ini menelepon dengan bersemangat dan berbinar-binar. “Bos, kita bahkan bisa bikin pabrik sepatu di sini! Pasar kita banyak, belum satu orang pun memiliki sepatu!”
Sales yang kedua beruntung karena menjadi seorang optimist. Sedangkan sales yang pertama tentu saja langsung didamprat habis-habisan oleh bosnya karena bosnya mengirimnya ke sana justru karena orang-orang pedalaman itu belum memakai sepatu.
Beberapa hari berselang, kedua sales itu diterima dengan baik oleh penduduk setempat. Mereka mulai melakukan langkah-langkah sosialisasi. Sales yang pertama memasang spanduk-spanduk dan kios sepatu, kemudian berbicara tentang sepatu pada setiap orang yang ditemuinya. Sementara sales yang kedua terlihat bersantai-santai menikmati pemandangan dan bercengkerama dengan penduduk setempat.
Sales yang pertama mengadakan seminar-seminar tentang kesehatan kaki dan bahaya cacing tambang jika tidak memakai alas kaki. Namun dalam seminar-seminarnya tersebut, tanpa sadar sales itu sering sekali mengkritik penduduk setempat yang dianggapnya terbelakang karena belum memakai sepatu. Sementara itu sales yang kedua sibuk mempelajari kearifan lokal dan bersabar tidak membicarakan sedikit pun mengenai sepatu. Ia selalu mengagumi dan mensyukuri betapa beruntungnya penduduk setempat karena masih hidup sangat dekat dengan alam, jauh dari egoisme materialis, jauh dari pertikaian-pertikaian politik.
Pada minggu ketiga, sales yang pertama mulai kehilangan semangat karena orang-orang tidak mau mendengarkan ceramahnya mengenai sepatu. Jarak antara penduduk setempat dan sales yang pertama pun meregang. Sedangkan sales yang kedua? Setelah menikmati permainan-permainan lokal, sales kedua kemudian mengenalkan pada penduduk setempat permainan sepak bola. Tapi sales ini cerdik dan membuat sebuah peraturan yang tidak pernah diketahui oleh penduduk lokal, sepak bola harus dilakukan di lapangan penuh kerikil!
Pada minggu ke empat, tepat satu bulan setelah kedatangan kedua sales itu, sales kedua berhasil membuat setiap pria di desa tersebut membeli sepatunya. :),
Adapun sales yang pertama?
Dia pulang, setelah mengakui kehebatan sales yang kedua dan belajar darinya. Sales yang pertama dengan lapang dada mengakui kesalahan metodenya dan belajar menjalankan apa yang dipelajari dari sales yang kedua. Bahkan dia memaksimalkan manfaat dari kesalahannya tersebut dengan menceritakan pengalaman ini pada rekan-rekan salesnya. :)
oleh: bezie galih maggalaSumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19137/dua-penjual-sepatu/#ixzz1re0bwTAV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar